(Analisis dari artikel=>http://desiherawatikawaii.wordpress.com2010/01/02/investasi-dan-hutang-luar-negeri/)
Investasi dan Hutang Luar Negeri
Investasi atau Penanaman modal merupakan langkah
awal kegiatan produksi serta dimulainya pembangunan ekonomi. Investasi
mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya
pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara berusaha
menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan
hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tapi juga investor asing.
Penggairahan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya UU No.
1/Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No. 6/Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Tantangan yang dihadapi Indonesia
dalam meningkatkan iklim investasi berasal dari internal di dalam negeri maupun
eksternal dari negara lain.
Dari internal dalam negeri antara lain:
·
Masih belum memadainya ketersediaan sarana dan
prasarana perekonomian yang berupa barang-barang publik. Sementara keuangan
pemerintah justru harus dikelola lebih efisien.
·
Kalangan swasta biasanya enggan untuk menanam
modal bagi penyediaan barang public,
·
Rendahnya produktivitas pekerja dan efisiensi
produksi, kelangkaan tenaga kerja terampil,
·
Kurang terjaminnya kepastian hukum bagi
investor, khususnya investor asing.
Tantangan eksternalnya antara lain :
· Persaingan iklim investasi dengan beberapa
negara di kawsan Asia-Pasifik, terutama Cina, Vietnam, Thailand, dan India.
Berdampingan dengan tantangan tersebut, tentu saja terdapat berbagai peluang.
Peluang tersebut misalnya kemantapan situasi politik di tanah air, perkembangan
mengesankan dalam kualitas sumberdaya manusia, keterbukaan perekonomian kita,
serta keberhasilan pembangunan selama ini yang tentu saja merupakan
kredibilitas tersendiri.
Cara untuk mengetahui perkembangan investasi dari
waktu ke waktu :
·
Menyoroti kontribusi pembentukan modal domestik
bruto dalam konteks permintaan agregat, yakni melihat sumbangan dan
perkembangan variabel I dalam identitas pendapatan nasional => Y = C + I + G
+ X-M. Data I merupakan data keseluruhan investasi domestik secara bruto, baik
investasi oleh swasta (PMDN dan PMA) maupun oleh pemerintah.
·
Mengamati data-data PMDN dan PMA. Berarti kita
hanya mengamati investasi oleh kalangan dunia usaha swasta saja.
·
Menelaah pekembangan dana investasi yang disalurkan
oleh dunia perbankan.
Hutang luar negeri dilakukan untuk meningkatkan
investasi (capital formation) di dalam negeri, selama tidak memberi suatu
dampak negatif terhadap pembentukan / pertumbuhan tabungan domestik, juga untuk
membiayai defisit transaksi berjalan (impor) atau menutupi kekurangan cadangan
devisa. Hasil laporan IMF tahun 1998 mengenai arus modal masuk neto menunjukkan
bahwa selama periode 1994 – 1998 arus modal neto (modal masuk dikurangi modal
keluar) total (dunia) meningkat dari sekitar 160,5 miliar dollar AS pada tahun
1994 menjadi 122 miliar dollar AS pada tahun 1998 dan diperkirakan akan
bertambah menjadi 196,4 miliar dollar AS pada tahun 1999. kenaikan ini
disebabkan terutama oleh peningkatan arus modal dalam bentuk investasi langsung
(PMA), sedangkan investasi tidak langsung (portfolio investment) mengalami
penurunan. Secara absolut, arus modal masuk resmi (G to G loans dan aid) memang
terus mengalami pengingkatan selama periode 1970-an, tetapi laju pertumbuhan
arus modal masuk yang berasal dari sektor swasta, terutama dalam bentuk kredit
dari bank-bank di negara-negara industri maju (OECD), lebih pesat. Laju
pertumbuhan yang berbeda ini dapat dilihat dari lebih tingginya rasio modal
asing swasta dibanding modal asing pemerintah terhadap PNB. Laporan bank dunia
tahun 1997 menunjukkan bahwa derajat global financial integration Indonesia
pada dekade 1990-an (sebelum krisis ekonomi) jauh lebih tinggi dibanding
periode sebelumnya. Perubahan derajat ini terutama disebabkan oleh sejumlah
paket deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di sektor keuangan
sejak pertengahan dekade 1980-an dan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun
yang tinggi, yang semuanya ini merupakan pull faktor yang penting bagi
investor-investor dan bank-bank asing untuk menanam uang mereka di Indonesia.
Akan tetapi, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia ditambah lagi dengan ketidakstabilan
politik dan sosial serta ketidakstabilan hukum, terjadi arus modal keluar
(capital flight). Misalnya, pada tahun 1999 arus modal swasta dan investasi
asing langsung (PMA) yang keluar lebih besar daripada arus yang masuk.
Ketimpangan dan kesenjangan realisasi investasi
terjadi secara sektoral dan secara regional. Secara sektoral, sebagian besar
modal yang ditanam baik modal dalam negeri maupun modal asing tertumpuk di
sektor industri pengolahan. Ketimpangan sektoral investasi tak pelak merupakan
salah satu sumber ketimpangan pertumbuhan antarsektor. Secara regional, baik
investasi domestik maupun investasi asing menumpuk di kawasan tengah Indonesia.
Faktor yang mempengaruhi tingkat realisasi investasi bersifat subjektif-internal, artinya
berkaitan dengan situasi perekonomian di dalam negeri Indonesia sendiri,
termasuk keadaan si calon investor. Sebagian lagi bersifat objektif-eksternal,
yakni bertalian dengan konstelasi perekonomian internasional atau dunia pada umumnya.
Pada tahun-tahun awal pemerintahannya, rezim orde
baru menerbitkan dua undang-undang berkenaan dengan investasi, yaitu Undang –
Undang No. 1 /Tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang –
Undang No. 6 /Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Pemerintah sengaja lebih dahulu membuat UU tentang modal asing dengan
persyaratan yang amat ringan mengingat pada saat itu investasi diperlukan
sekali untuk membantu memulihkan perekonomian dalam negeri yang porak-poranda.
Dalam UU No. 1 /Tahun 1967 antara lain ditetapkan: Penanam modal dibebaskan
dari pajak deviden serta pajak perusahaan selama lima tahun. Jaminan tidak akan
dinasionalisasikannya perusahaan-perusahaan asing dan kalaupun dinasionalisasi
akan diganti rugi. Masa operasional PMA adalah 30 tahun dengan perpanjangannya
tergantung pada hasil perundingan ulang. Keleluasaan bagi penanam modal asing
untuk membawa serta atau memilih personil manajemennya dan untuk menggunakan
tenaga ahli asing bagi pekerjaan-pekerjaan yang belum bisa ditangani oleh
tenaga-tenaga Indonesia. Kebebasan untuk mentransfer dalam bentuk uang semula
(valuta asing). Sektor-sektor atau bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi
modal asing, yaitu pekerjaan umum (seperti pelabuhan dan pembangkit tenaga
listrik), media massa, pengangkutan, prasarana serta segala industri yang
berhubungan dengan kegiatan produksi untuk keperluan pertahanan negara.
Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia
menunjukkan adanya korelasi positif antara peningkatan atau laju pertumbuhan
PDB riil dan peningkatan jumlah BLN atau ULN atau antara peningkatan pendapatan
rata-rata per kapita dan peningkatan jumlah ULN (growth with indebtedness).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata per tahun sejak akhir tahun 1970 selalu
positif dan tingkat pendapatan per kapita terus meningkat, tetapi jumlah ULN
Indonesia juga bertambah terus setiap tahun. Seharusnya, korelasinya negatif
(growth with prosperity). Hal ini mencerminkan bahwa walaupun Indonesia sudah
lebih maju dibanding banyak LDCs lain, terutama negara-negara di Afrika Tengah,
ketergantungan ekonominya terhadap BLN/ULN tidak jauh berbeda dengan
negara-negara tersebut. ULN Indonesia terdiri atas utang jangka panjang
pemerintah dan utang jangka panjang swasta yang digaransi maupun tidak oleh
pemerintah, utang jangka pendek, dan kredit dari IMF. Proporsi pinjaman dari
IMF di dalam total ULN Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar sejak
krisis ekonomi melanda Indonesia. Dibanding negara-negara ASEAN lainnya, data
realisasi tahun 2000 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara pengutang
terbesar dengan jumlah US$ 138 miliar. Negara kedua dalam jumlah ULN yang besar
adalah Thailand dengan jumlah US% 77,4 miliar. Jumlah ULN Beberapa Negara
Anggota ASEAN, 2000 (dalam miliar dollar AS) Negara Jumlah ULN Indonesia 138
Thailand 77,4 Filipina 48,6 Malaysia 42,1 Myanmar 5 Kamboja 0 Brunei 1 Sumber :
IBI (2001) ULN juga dapat dibagi antara pinjaman dengan tingkat suku bunga
rendah atau / dan persyaratan lunak, umum disebut concessional debt (CD), dan
pinjaman dengan suku bunga tinggi. Biasanya utang lunak ini diberikan kepada
negara-negara berpendapatan rendah (miskin) yang kebanyakan di Afrika Tengah
dan Asia Selatan. Alasannya, negara-negara tersebut secara financial belum
mampu membayar biaya pinjaman yang tinggi karena fundamental ekonominya masih
belum kuat. Hal lain yang menarik untuk dianalisis adalah tingkat
ketergantungan pemerintah Indonesia terhadap ULN. ULN merupakan sumber utama
pendapatan pemerintah. Tahun 1982 utang pemerintah hampir mencapai 2.000 miliar
rupiah dan pada saat krisis mencapai klimaksnya, nilai ULN pemerintah meningkat
sangat besar, mencapai 44.000 miliar rupaih lebih. Dilihat dari penggunaan ULN
menurut sektor, pada tahun 2000 jasa keuangan dan leasing merupakan sektor yang
paling besar menyerap utang, yaitu sebesar US% 31,6 miliar atau 22,9% dari
total ULN Indonesia. Selanjutnya adalah sektor industri manufaktur sebesar US$
31,3 miliar (22,7%) dan sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar US$ 14,5
miliar (10,5%). Salah satu indikator yang umum digunakan untuk mengukur
kemampuan (solvabilitas) suatu negara membayar cicilan ULN dan bunganya adalah
rasio antara jumlah cicilan dan bunga terhadap ekspor atau disebut debt service
ratio (DSR). Alasan utama rasio ini umum digunakan adalah karena kewajiban pelunasan
pembayaran utang beserta bunganya dibayar dalam bentuk devisa dan hasil ekspor
juga dalam devisa, misalnya dollar AS. Dengan perkataan lain, dari hasil ekspor
tahun 2000 misalnya, berapa persen yang harus dipakai untuk membayar cicilan
ULN dan bunganya pada tahun yang sama. Walaupun masih sering diperdebatkan,
namun sebagai suatu kesepakatan umum, 20% dianggap batas bahaya. Jadi, jika DSR
diatas 20% berarti negara bersangkutan mengalami permasalahan ULN yang serius.
Artinya, dari setiap 100 dollar AS hasil ekspor, hanya 80 dollar AS
Program IMF untuk Mensatabilitaskan iklim
Investasi Internasional antara lain :
·
Penghapusan atau liberalisasi pengendalian nilai
tukar mata uang asing dan impor.
·
Devaluasi nilai tukar (kurs) resmi, melakukan
program antiinflasi di dalam negeri,
·
Mengawasi kredit bank dengan menaikkan tingkat
bunga dan cadangan wajib,
·
Mengendalikan defisit keuangan pemerintah melalui
pengekangan pengeluaran,
·
Menghilangkan berbagai bentuk pengawasan harga,
Comments
Post a Comment